Novel Personal Taste – Bagian II

Bagi kalian yang belum membaca Novel PT Bag.1, silakan baca disini -> Bagian 1

Sekali lagi perlu diingat! Kalau tidak suka spoiler, disarankan tidak membaca novel ini.
—-


Bab 4: ‘Terperangkap’
Sekarang Jin-ho tinggal bersama Woo-min, tetapi mereka jarang bertemu satu sama lain, dikarenakan Jinho lebih suka menghindari Woo-min. Jin-ho tidak pernah pulang ke apartemennya, sehingga Hye-mi menelponnya menuntut mengapa dia tidak pulang ke rumah. Hye-mi terus menerus minum dan menangis berurai airmata menyadari betapa jahatnya Jinho – setelah dia jauh jauh datang dari Kanada hanya untuk menemuinya!

Tae-hoon, teman Hye-mi, mengambil alih telepon dan dengan hormat menyapa Jin-ho, seniornya. Jin-ho berterima kasih kepada Tae-hoon karena telah menjaga Hye-mi. Kemudian Tae-hoon bertanya dengan ragu apakah Jin-ho benar-benar akan menikahi Hye-mi. Menurut Tae-hoon sepertinya Jin-ho tidak mencintai Hye-mi, jika benar-benar mencintainya, dia akan segera datang dan menolongnya. Alih-alih tersinggung, pertanyaan itu membuat Jin-ho berpikir serius tentang hubungannya dengan Hye-mi.


Jin-ho pulang ke rumah larut malam dan melihat Woo-min tertidur di sofa, mendengarkan lagu musisi Jepang yang dia sukai. Jin-ho masih memandang remeh Woo-min, karena itu dia tidak tertarik untuk mengetahui persamaan di antara mereka, meskipun kenyataannya mereka memiliki sejumlah persamaan. Sebagai contoh, ketika Woo-min terjaga, dia menunjukkan sketsa-sketsa gambar yang dibuatnya untuk suatu program acara televisi dan meminta pendapat darinya. Jin-ho memilih gambar favorit Woo-min dan memujinya. Woo-min berkata bahwa dulu dia bercita-cita menjadi artis ‘Manhwa’ [penulis komik] – sesuatu yang juga diinginkan Jin-ho. Tapi tentunya Jin-ho tidak cerita tentang hal itu kepada Woo-min.

Woo-min kelaparan, dan menyarankan mereka menuju ke salah satu restoran terdekat. Jin-ho menolak tetapi Woo-min memaksa. Sambil menggerutu, akhirnya Jin-ho memutuskan ikut meskipun dia tidak tahan berkomentar tentang sweater Woomin yang jelek, kemudian dirinya bergumam (‘memangnya kenapa kalau dia terlihat seperti tunawisma?’). Woo-min tidak tersinggung, malahan dengan riang menerima nasihatnya dan berganti pakaian (Woo-min menduga kalau Jinho memperhatikan gaya berpakaiannya karena dia seorang gay, tentu saja!)

Jin-ho cemas, dia mengenali seorang professor di dalam restoran tersebut – Kim Sung-han, Direktur perencanaan proyek pembangunan sebuah museum baru dimana team Jin-ho sedang berharap mendapatkan proyek tersebut.

Woo-min mabuk minum soju dan mulai mengeluh tentang pria dan bagaimana semua pria hanya menginginkan sex. Sambil merangkul Jin-ho, sebagai orang baru kepercayaannya, Woo-min berbicara dengan lantang. Jin-ho berharap Sung-han tidak mendengar. Terutama ketika Woo-min melibatkan seorang ‘ajushi’ di dekatnya ke dalam percakapan mereka dan menjelaskan bahwa Jin-ho, tentu saja, berbeda. Jin-ho berusaha membungkam Woo-min, tapi dia malah berbisik dengan lantang, “ Dia tidak seperti laki2 lainnya! Karena dia SEORANG ‘GAY’!!”

Alasan mengapa Woo-min sangat menyenangkan karena dia agak bodoh tapi dia bermaksud baik dan berbicara sesuai sifat baiknya. Hal ini membuat sesuatu terlihat menjadi lucu. Contohnya ketika Woo-min minta digendong oleh Jinho sampai ke rumah. Tapi Jin-ho menolak. Tiba-tiba Woo-min mengkoreksi dirinya, “Oh maaf, punggungmu hanya untuk Sang-jun saja kan?’’ sambil menggerutu, Jin-ho memerintahkan Woo-min naik ke punggungnya dan menggedongnya ke rumah.

Suatu hari, Jin-ho keluar dari kamarnya dan menemukan Woo-min sedang tidur di sofa. Perasaan aneh menyelimuti dirinya ketika melihat wajah lelap Woo-min dan kakinya yang telanjang. Dia merasa ingin menyentuh salah satu pergelangan kaki Woo-min. Tahu kalau hal ini gila, Jin-ho meyakinkan dirinya bahwa dia hanya ingin menggeser kaki Woo-min yang salah satu pergelangan kakinya menjuntai di ujung sofa, dan…. seketika Woo-min terbangun. Dengan heran Woo-min bertanya mengapa Jin-ho memegang pergelangan kakinya. Syukurlah Woo-min menerima alasan lemah Jin-ho karena Woo-min terlihat tidak nyaman – tapi Woo-min malah melangkah lebih jauh dan  Jin-ho berakhir memijit pergelangan kaki Woo-min. 

Bab 5: “Hal-hal yang seharusnya tidak membuat menderita”

Terganggu oleh perasaan aneh, Jin-ho berusaha untuk tidak memperdulikannya. Mengherankan seandainya dia tertarik dengan wanita seperti Woo-min. Jin-ho akhirnya berpendapat bahwa itu karena dia telah terlibat dengannya terlalu lama: ini bisa dibereskan dengan mencari seorang pacar.

Di tempat kerja, Jin-ho rapat dengan direktur perencanaan museum, Sung-han yang dengan merasa menyesal berkata kepada Jin-ho bahwa mereka telah memutuskan untuk sama sekali tidak bekerjasama dengan perusahaan tempat Jin-ho bekerja. Jin-ho mengingat-ingat kejadian di restoran dan menduga ada hubungannya dengan kejadian di restoran. Dengan hati-hati Jinho membuka pembicaraan, bertanya kepada Sung-han jika hal ini ada hubungannya dengan kejadian kemarin malam (maksudnya: apakah kamu keberatan bekerja dengan ‘gay’?). Sung-han meyakinkan Jin-ho bahwa itu tidak ada hubungannya dan mengaku bahwa presiden tiba-tiba memutuskan ingin bekerja sama dengan team Prof. Park (ayah Woo-min).

Jin-ho tidak menyerah begitu saja setelah team-nya mencurahkan tenaga untuk proyek ini dan memohon diberikan kesempatan sekali lagi. Jin-ho yakin bahwa dia, seorang pengagum lama Mr. Park, bisa merancang dalam gaya sendiri lebih baik daripada team Mr. Park, yang bisa jadi tidak memiliki ‘citra seni’ kaum laki-laki.
Sung-han setuju untuk memberi Jin-ho kesempatan sekali lagi dan menjabat tangan Jin-ho. Kemudian berkomentar, “Tangan anda…. cukup bagus.” Jin-ho tersenyum tidak nyaman, dan menutup pertemuan tersebut. Sung-han mengalihkan percakapan dan mengundang Jin-ho untuk melakukan perjalanan liburan di vilanya bersama teman-temannya. Jin-ho dengan sopan mengatakan lain kali saja, dan bangkit untuk pergi. Tapi Sung-han bersikeras akan makan siang bersama, hanya mereka berdua.

Dengan cemas, Jin-ho mulai berfikir. Tentunya… dia tidak sedang mendekatiku bukan? Jin-ho mulai meluruskan Sung-han, tapi Sung-han meraih tangannya dan mengaku, “Sebenarnya, aku suka kamu sejak pertama kali aku melihatmu. Ketika aku menemukan kebenaran kemarin, kau tidak tahu betapa senangnya aku! “

Syukurlah, teman terbaiknya, Sang-jun muncul membuka pintu dan menyela suasana intim ini, dan Jin-ho melarikan diri. Sekarang ia harus menjelaskan situasi ini kepada Sang-jun yang menemukan hiburan menyenangkan ini. Jadi Woo-min mengira dia gay? Jin-ho cepat-cepat mengakhiri percakapan ini dengan menambahkan, “Bukan hanya aku, kau juga.”

Keinginan Jin-ho adalah untuk mengakhiri seluruh kekacauan ini dengan pindah keluar, tapi sekarang proyek kerjanya ada kaitan dengan rumah Woo-min. Ia harus tinggal di sana dalam rangka mempelajarinya secara menyeluruh jika dia ingin mendapatkan proyek tersebut.

Sementara itu, Woo-min menerima tiram segar dari salah seorang rekan kerjanya, yang dikirim ibunya dari kampung. Saking semangatnya memiliki sesuatu untuk berbagi dengan Jin-ho, Woo-min sibuk memasak hidangan gratin. Dapatkah kalian menebak kejadian selanjutnya?

Bab 6: “Persimpangan antara benci dan cinta”

Ya, makanan beracun!

Hari berikutnya di kantor, Jin-ho mulai merasa sakit. Dia pergi ke toko obat untuk mendapatkan obat sakit perut, tapi ternyata tidak bertahan lama dan harus memakai toilet untuk mengeluarkan diare-nya. Sialan! Hal ini akan memalukan bagi siapa pun, tapi itu lebih parah lagi untuk Jin-ho yang memiliki sifat tenang dan kesan yang elok. Lagipula dia sudah main mata dengan apoteker yang imut selama berminggu-minggu.

Ketika dia kembali ke kantor, dia didatangi pengunjung. In-hee, teman Woo-min, yang katanya ‘sedang berada di sekitar kantor tersebut’. Jin-ho menemuinya dengan singkat dan menolak ajakan makan siang In-hee, yang membuatnya merasa terhina. Dia bilang Jin-ho tidak sopan ketika dia sedang mencoba untuk berteman, tapi Jin-ho menjawab dia tidak ada keinginan untuk mempunyai teman baru dan pergi pamit.


Jin-ho benar-benar tidak tahu kenyataan yang sebenarnya! Setelah bertemu Jin-ho di rumah Woo-min, In-hee tertarik kepadanya dan berpikir sayang sekali bahwa Jin-ho seorang gay. Merasa ada yang aneh, In-hee tidak merasakan ‘radar gay’ Jin-ho, yang biasanya tepat. Dalam dunia fashion, In-hee biasa bekerja dengan banyak laki-laki gay. In-hee tidak siap untuk menyerah sampai benar-benar terpaksa, In-hee keluar untuk memastikan dirinya bahwa Jinho masih sendiri. Saat meninggalkan kantor Jin-ho, dia melihat orang lain datang. Tumbuh kecurigaannya menyaksikan keramahan Jin-ho terhadap Hye-mi. In-hee kembali dan meminta berbicara dengan Hye-mi, yang juga sama penasaran untuk mencari tahu siapa wanita ini.

Kedua wanita tersebut saling membesar-besarkan hak mereka terhadap Jin-ho. Hye-mi menyebut dirinya tunangan Jin-ho, yang membuat In-hee berfikir ada sesuatu yang tidak beres. Jin-ho, bisa jadi berbohong kepada Hye-mi bahwa dia ‘lurus’, atau ia berbohong kepadanya bahwa dia ‘gay’. Dengan kata lain, hal ini memberikan kepercayaan diri untuk berani menyatakan bahwa dia pacar Jin-ho. Tentu saja, Hye-mi tidak percaya padanya, tapi ia juga merasakan sesuatu dan tidak dapat sepenuhnya mengabaikan pernyataan In-hee.

Woo-min mendengar dari temannya bahwa tiram yang diberikan busuk, karena ibunya telah mengirim kotak yang salah. Woo-min jadi cemas karena Jin-ho telah memakan semua tiram tersebut. Bagaimana kalau Jin-ho sakit? Dia tidak punya kesempatan untuk mencicipi karena telah menawarkan semuanya kepada Jin-ho, berniat untuk makan bersama. Dia (Jinho), merasa tidak nyaman dengan perasaan barunya, telah memilih untuk menghindari Woo-min dan mengambil piring makan ke kamarnya.

Ketika Jin-ho sampai rumah malam hari, Woo-min bertanya apakah dia sakit dan terkena diare. Biasanya Jin-ho terlalu sombong untuk mengakuinya, tapi dia kesal dan membentak ‘ya’, ia jatuh sakit dan itu semua salahnya! Segera Woo-min merasa menyesal dan rewel terhadapnya, memberi Jin-ho segala sesuatu untuk membereskan perutnya. Dia menawarkan untuk membuat bubur penenang, dan bergegas pergi ke dapur.

Ketika Woo-min beranjak ke dapur, Jin-ho menemukan dirinya secara tidak sengaja melihat kaki Woo-min. Sayang sekali dia mengenakan celana panjang hari ini, dan Jin-ho segera memarahi dirinya, “Apa-apaan sih?! Kenapa kau kecewa?!”


Jin-ho terbangun dari tidurnya karena mendengar keluhan di dapur, dan keluar untuk melihat kekacauan yang terjadi. Woo-min tidak begitu pandai memasak dan telah merusak makan malamnya. Jin-ho mengambil alih, dan ketika dia memasak (Woo-min terkagum-kagum), untuk pertama kalinya Jin-ho menyadari Woo-min yang manis. Dalam waktu singkat hidangan telah disiapkan dan mereka makan bersama. Dia bahkan memaksa diri untuk minum kopi instan yang dibuat oleh Woo-min, yang – perlu dicatat – berasal dari seorang pria yang akan menolak apa pun jika itu bukan merk makanan kesukaannya.

Mereka berjalan-jalan di luar sambil ngobrol, dan Woo-min membohongi Jin-ho dengan menyelipkan kisah-kisah palsu berhubungan denga sejarah rumah, kemudian menggodanya karena gampang ditipu. Suasana yang menyenangkan, Woo-min berkata kepada Jin-ho, “Kesan pertama, kamu terlihat sulit, tapi begitu kamu mulai berbicara, kau seperti seorang teman lama, dan menerima lelucon dengan baik. Itu sebabnya aku merasa sangat nyaman dan merasakan keramahan darimu, apakah kau tahu itu?”. Ini mungkin pertama kalinya seseorang menggambarkan dirinya seperti itu, dan Jin-ho merasa malu sekaligus senang mendengarnya.

Ketika mereka berbaring di bawah sebuah pohon, Woo-min tertidur. Jin-ho mencoba membangunkannya, tapi dengan alasan yang aneh – mungkin karena saat itu suasananya romantis dengan pemandangan sekeliling yang indah, angin lembut, keharuman bunga-bunga di udara – dia menemukan dirinya membungkuk untuk mencium dahinya.

Lalu kesadarannya muncul, kawatir terhadap perasaannya, Jin-ho menenggelamkan dirinya pada hal yang membuatnya nyaman yaitu komik. Dia mengambil sebuah koleksi dari toko buku cerita dan membawa pulang. Woo-min melirik judul buku tersebut dan mengenalinya. – buku serial yang agak kabur – dan memberi komentar bahwa langka menemukan seorang teman yang menyukai artis ini. Woo-min bercerita ia pernah punya teman di klub online yang menyukai artis ini, dan mereka cocok satu sama lain. Bahkan mereka memiliki kesamaan nama pengguna, dan ia sedih ketika temannya itu berhenti menyuratinya.

Tiba-tiba seperti ada lonceng yang berdenting di kepala Jin-ho, terutama ketika Woo-min menyebutkan bahwa nama pengguna temannya adalah “Spark Boy.” Dia tertawa tak percaya dan bertanya, “Kalau begitu, Spark Girl? Apakah itu kau? “
—-
Penerjemah Bahasa Inggiris: dramabeans.com
Penerjemah Bahasa Indonesia: minoz-indonesia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 comments: